Apakah kalian pernah atau bahkan sering melakukan aktivitas scrolling di dunia maya? Hati-hati, karena tanpa disadari, kebiasaan scrolling yang dilakukan secara berlebihan, dapat menggerus kemampuan kognitif kita dan berdampak pada kesehatan mental, lho! Hal ini berkaitan dengan fenomena brain rot yang menjadi kekhawatiran sekaligus tantangan baru di era modern ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami apa itu brain rot, bagaimana dampaknya, dan langkah sederhana untuk mengatasinya. Simak artikel ini hingga akhir, ya!
Oxford University Press mengumumkan istilah ‘Brain Rot’ sebagai Word Of The Year 2024. Brain rot secara etimologi berasal dari kata brain yang artinya otak, dan rot yang artinya busuk. Namun, istilah brain rot bukan berarti merujuk pada kondisi pembusukan otak, melainkan kondisi menurunnya atau ketidakmampuan otak untuk menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Penurunan kapasitas mental maupun intelektual dipandang sebagai dampak dari konsumsi berlebih terhadap konten daring berkualitas rendah (Oxford University Press, 2024).
Brain rot sendiri bukanlah istilah medis, melainkan istilah yang dipopulerkan oleh masyarakat modern, yaitu Gen Z dan Gen Alpha (CNN Indonesia, 2024). Meskipun demikian, gejala yang ditunjukkan akibat brain rot bukanlah hal baru dalam dunia kedokteran (Wahyudi, 2024). Pakar neurosains Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Taufiq Pasiak, menyebut brain rot sebagai brain fatique (kelelahan otak), brain fog (kabut otak), atau overload cognitive (kognitif berlebih) (Wahyudi, 2024). Fenomena ini menggambarkan kelelahan kognitif dan ketegangan mental pada individu yang sangat bergantung pada teknologi (Mishra & Mishra, 2024). Aktivitas dengan gadget yang memunculkan ‘kebusukan otak’ ini dapat berupa doomscrolling dan zombiescrolling.
Zombiescrolling merupakan aktivitas berselancar di dunia maya tanpa tujuan (Sinha et al., 2023). Sementara doomscrolling merupakan kebiasaan menelusuri informasi menyedihkan dan negatif secara obsesif melalui media sosial dan halaman berita (George et al., 2024). Ketika individu melakukan kedua aktivitas tersebut, artinya mereka telah menghabiskan banyak waktu di media daring. Individu yang lama berselancar di dunia maya, mereka akan semakin banyak pula menerima informasi yang tidak terkontrol. Hal ini menyebabkan beban kognitif yang berdampak pada penurunan konsentrasi, memori, dan kemampuan pengambilan keputusan. Selain itu, ketika individu terus bergantung pada teknologi, utamanya mengonsumsi konten berkualitas rendah, dapat berakibat pada berkurangnya kemampuan berpikir kritis. Tentunya, kemampuan tersebut juga memberikan efek pada produktivitas individu di lingkungan kerjanya. Di tambah lagi, selain berefek pada kognitif, banyaknya informasi yang diterima juga berdampak pada kesehatan mental, yaitu menjadi mudah merasa stres hingga perasaan FoMO (Fear of Missing Out) (CNN Indonesia, 2024).
Lalu, apakah fenomena Brain Rot ini dapat dicegah di tengah era teknologi yang sudah menjadi bagian penting dalam hidup kita? Tentu saja bisa!
Untuk mencegah fenomena Brain Rot, kita dapat meningkatkan literasi digital dan menggunakan teknologi secara mindful. Dengan menggunakan teknologi secara mindful, ini akan membantu kita memahami kapan dan bagaimana kita menggunakan teknologi secara tepat (Mishra & Mishra, 2024). Kemudian, kita dapat mengambil beberapa waktu untuk melakukan digital detox. Digital detox merupakan aktivitas ketika kita sejenak tidak menggunakan teknologi. Hal ini dapat membantu kita dalam meningkatkan memori dan juga konsentrasi (Mishra & Mishra, 2024).
Selain mengatur dalam penggunaan teknologi, kita dapat terus melatih fungsi kognitif kita, seperti belajar hal baru dan membaca buku. Aktivitas tersebut dapat membantu dalam menjaga kesehatan kognitif kita. Untuk menanggulangi stres dan perasaan FoMO akibat scrolling berlebih, kita dapat berlatih mengelolanya dengan mempraktikkan teknik-teknik mindfulness, meditasi, dan journaling. Yang tidak kalah penting adalah kita juga harus berolahraga dengan rutin, mengonsumsi makanan yang sehat, serta tidur yang cukup agar kesehatan fisik dan mental kita tetap terjaga dengan baik. Nah, mulai sekarang, yuk kita mencoba untuk mengatur aktivitas kita dalam menggunakan gawai untuk menjaga kesehatan mental.
Apabila kamu sudah melakukan berbagai upaya pencegahan, tetapi masih merasakan adanya penurunan fungsi kognitif daripada biasanya akibat terlalu berlebihan dalam berselancar di media daring, kamu dapat langsung klik icon WhatsApp di pojok kiri bawah dan terhubung ke Admin Layanan kami!
REFERENSI:
CNN Indonesia. (2024, December 25). Mengenal Brain Rot, Dampak Kecanduan Konten Receh di Medsos. CNN Indonesia; cnnindonesia.com. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20241225114321-255-1180913/mengenal-brain-rot-dampak-kecanduan-konten-receh-di-medsos
George, S., George, H., Bhaskar, T., & Kartikeyan, M. (2024). Reclaiming Our Minds: Mitigating the Negative Impacts of Excessive Doomscrolling. Partners Universal Multidisciplinary Research Journal (PUMRJ), 1(3). https://doi.org/10.5281/zenodo.13737987
Mishra, S., & Mishra, K. K. (2024). Brain Rot: The Cognitive Decline Associated with Excessive Use of Technology. International Journal of Research Publication and Reviews, 5(12), 1625–1630. https://doi.org/10.55248/gengpi.5.1224.3566
Sinha, S., Manoj Kumar Sharma, Ashwini Tadpatrikar, Anand, N., & Kumar, R. (2023). Scrolling Mindlessly: Emerging Mental Health Implications of Social Networking Sites. Journal of Public Health and Primary Care, 4(3), 179–181. https://doi.org/10.4103/jphpc.jphpc_41_22
Wahyudi, M. (2024, December 14). ”Brain Rot”, Selamat Datang di Era Pembusukan Otak. Kompas.id; PT Kompas Media Nusantara. https://www.kompas.id/artikel/brain-rot-selamat-datang-di-era-pembusukan-otak